2 Para pendidik memberikan pemahaman kepada seluruh kaum muslimin tentang sarana-sarana tarbiyah Islam. 3- Kerjasama antara para pendidik dengan lembaga-lembaga, tokoh dan pakar di tengah masyarakat untuk mendirikan lembaga pendidikan yang diawasi dan diselenggarakan oleh para pendidik robbany.
Pertanyaan Banyak orang yang hafal Al-Quran karena ada yang mengajarkan Al-Quran atau belajar fiqih karena ada syekh dan ulama. Akan tetapi, problem yang kami saksikan dan rasakan saat bergaul dan berinteraksi dengan masyarakat adalah adanya didikan yang buruk atau dengan kata lain pendidikan yang sangat memprihatinkan. Kemana para pendidik dan bagaimana mengatasi hal ini? Bagaimana memasukkan nilai-nilai tarbiyah dalam kurikulum pendidikan yang syar’i? Apa gunanya ilmu tanpa tarbiyah? Yang kami tidak pahami adalah bagaimana manhaj tarbiyah hilang di kalangan para pengajar? Mengapa mereka memilih profesi mengajar? Adapun peran keluarga tak jauh berbeda, kegagalan tarbiyah. Bagaimana kita menjadi pendidik? Apakah tarbiyah merupakan ilmu tersendiri ataukah dia pemahaman dari para pakar? Bagaimana dahulu para salaf, ulama dan penguasa serta para tokoh mendidik anak-anaknya? Teks Jawaban diragukan lagi bagi siapa yang mengamati bahwa telah terjadi pemisahan antara ilmu dan amal, pengetahuan dan tarbiyah, baik dalam pandangan awam atau para ahli. Banyak yang mengira bahwa tarbiyah hanyalah masalah teori terkait dengan kemampuan para orang tua yang dapat mengisi otak anak-anaknya dengan berbagai ilmu pengetahuan disertai kesungguhan untuk menghasilkan sebesar-besarnya karangan-karangan dan tesis-tesis yang berbicara tentang sarana tarbiyah dan segala sesuatu yang terkait dengannya. Bahkan hingga sampai pada tingkat mencocokkan nash-nash syar’i dengan teori-teori akal tanpa meninjau sisi praktis dalam tarbiyah. Misalnya, sikap mencocokkan ayat berikut إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ سورة غافر 28 “Sesungguhnya yang takut kepada Allah dari hambaNya hanyalah para ulama.” QS. Ghafir 28 Dipahami bahwa siapa saja yang berilmu, baik ilmu-ilmu syari atau ilmu-ilmu sains dianggap sebagai orang yang takut kepada Allah. Padahal ayat tersebut tidak menunjukkan semua orang yang berilmu adalah takut kepada Allah, akan tetapi orang yang takut kepada Allah adalah orang yang berilmu. Syaikhul Islam Ibnu Taimiah berkata dalam kita Majmu Fatawa, 7/539. Allah Taala berfirman, إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ “Sesungguhnya yang takut kepada Allah dari hambaNya hanyalah para ulama.” QS. Ghafir 28 Ayat ini menunjukkan bahwa siapa saja yang takut kepada Allah maka dia adalah orang berilmu, tidak menunjukkan bahwa setiap orang yang berilmu maka dia takut kepada Allah.” Beliau juga berkata di tempat lain, “Maknanya adalah bahwa tidak ada yang takut kepada Allah melainkan dia ulama. Allah mengabarkan bahwa siapa yang takut kepada Allah, maka dia ulama. Sebagaimana dia berfirman dalam ayat lain, أَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ آنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الْآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ سورة الزمر 9 “Apakah kamu orang musyrik yang lebih beruntung ataukah orang yang beribadah pada waktu malam dengan sujud dan berdiri, karena takut kepada azab akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah, "Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" QS. Az-Zumar 9 Ini merupakan ayat lainnya yang oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiah termasuk di antara ayat-ayat yang dipahami tidak benar termasuk dalam perkara memuji para ulama walaupun terhindar dari amal dan tarbiyah. Hal tersebut karena mereka hanya menyebut akhir ayatnya dan mengabaikan awalnya. Karena firman Allah Taala, قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ "Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Adalah penafsiran dari ayat sebelumnya, أَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ آنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الْآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ “Apakah kamu orang musyrik yang lebih beruntung ataukah orang yang beribadah pada waktu malam dengan sujud dan berdiri, karena takut kepada azab akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya?” Orang yang mengetahui di sini adalah mereka yang sering beribadah karena Allah dalam keadaan tunduk di waktu malam karena takut dari nerakanya dan berharap surga dan rahmatNya. Adapun yang tidak berilmu adalah mereka yang lalai dari semua itu. Perhatikanlah! Karena itu, Imam Ibnu Qayim menyatakan dalam kitab Miftah Dar As-Saadah’ 1/89 satu kaidah umum dalam masalah ini, “Dahulu kalangan salaf tidak menyebutkan nama fiqih’ kecuali terhadap ilmu yang diiringin amal.’ Inilah hakikat fiqih menurut para ulama salaf kita, ilmu yang diiringin amal. Ketika hakikat ini hilang dalam pemahaman banyak dai dan tenaga pendidik, maka tarbiyah atau pendidikan yang ada hanya fokus pada masalah ilmu pengetahuan semata dengan mengabaikan prilaku, manajemen hati, pengendalian jiwa dan perbaikan akhlak. Mereka mengira bahwa inilah ilmu dan fikih yang dimaksud. Padahal tidak demikian!. Pendidikan untuk menanamkan akhlak dan agama tidak dapat terlaksana kecuali oleh orang-orang robbany, apakah mereka ulama, dai, aktifis atau guru. Orang robbany adalah orang yang dekat kepada Allah Taala, dengan ilmu, amal maupun dengan mengajarkannya. Allah Taala berfirman, وَلَكِنْ كُونُوا رَبَّانِيِّينَ بِمَا كُنْتُمْ تُعَلِّمُونَ الْكِتَابَ وَبِمَا كُنْتُمْ تَدْرُسُونَ سورة آل عمران 79 "Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah". Akan tetapi dia berkata "Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.” QS. Ali Imran 79 Imam Asy-Syaukani rahimahullah berkata dalam kitab Fathul Qadir, 1/407, “Robbany adalah nisbat sandaran terhadap kata rabb tuhan dengan menambah alif dan nun untuk menunjukkan sangat. Seperti dikatakan kepada orang yang berjenggot lebat lihyani’ atau kepada orang yang lehernya besar ruqbany’. Ada yang berpendapat bahwa robbany adalah orang yang mendidik manusia dengan ilmu-ilmu yang ringan sebelum yang berat, seakan dia ingin mencontoh Tuhan Taala dalam membantu segala perkara. Kesimpulannya, tarbiyah bukan sebatas teori-teori kosong yang jauh dari pengamalan, bukan pula kaidah-kaidah yang jauh dari nilai-nilai keimanan. Akan tetapi tarbiyah ruang lingkupnya adalah; Terwujudnya kekuatan jiwa yang menggabungkan antara ilmu dan kesantunan, antara hikmah dan pemahaman, antara ilmu dan amal serta mengajarkan apa yang telah dipahami. Karena itu, Imam Asy-Syaukani berkata tentang firman Allah Taala, وَبِمَا كُنْتُمْ تَدْرُسُونَ “Disebabkan kamu tetap mempelajarinya.” Yang membaca dengan tasydid, maka dia harus memahami robbani dengan suatu perangkat tambahan selain ilmu dan mengajarkannya, yaitu bersama dengan itu dia ikhlas dan bijaksana, atau santun, sehingga tampak sebabnya. Yang membaca takhfif tanpa sebab, boleh memahaminya robbany sebagai orang yang berilmu dan mengajarkan manusia. Maka maknanya adalah jadilah orang yang mengajarkan ilmu karena kalian adalah ulama dan sebab kalian telah mempelajari ilmu. Ayat ini merupakan dorongan paling kuat bagi orang yang berilmu untuk beramal dan di antara amalan terbesar atas ilmu adalah mengajarkannya serta ikhlas karena Allah Taala.” Fathul Qadir, Fathul Qadir, 1/407 Dengan demikian menjadi jelas bahwa inti dari tarbiyah rabbany dan pondosinya adalah tarbiyah dengan praktek, bukan sekedar teori simbolis yang sunyi dari hakikat amal. Karena itu, Al-Hafiz Ibnu Rajab berkata dalam risalahnya yang bermutu, “Fadlu ilmi Assalaf Ala Ilmi Al-Kholaf.” Hal. 5, “Banyak orang dari kalangan belakangan terkena fitnah dengan mengira bahwa banyaknya pendapat dan perdebatan mereka dalam masalah agama menunjukkan bahwa mereka lebih mengetahui dibanding yang tidak seperti mereka. Ini merupakan kebodohan yang nyata. Perhatikanlah para sahabat-sahabat besar dan ulama mereka, seperti Abu Bakar, Umar, Ali, Muaz, Ibnu Masud, Zaid bin Tsabit, bagaimanakah mereka? Ucapan mereka lebih sedikit dari ucapan Ibnu Abbas padahal mereka lebih berilmu darinya, demikian pula ucapan para tabiin, ucapan mereka lebih banyak dari ucapan para sahabat padahal para sahabat lebih utama dari mereka, lalu tabiit tabiin lebih banyak perkataannya dari tabiin padahal para tabiin lebih utama dari tabiit tabiin. Ilmu itu bukan pada banyaknya riwayat, tidak juga pada pada banyaknya pendapat, akan tetapi dia adalah cahaya yang terpancar dalam hati yang dengan itu seorang hamba memahami kebenaran dan membedakan antara yang hak dan yang batlil lalu dapat mengungkapkan hal tersebut dengan redaksi yang ringkas namun sampai kepada tujuan.” Inilah bencana besar yang dialami rumah-rumah kaum muslimin dan lembaga-lembaga pendidikan mereka, yaitu hilangnya teladan saleh yang rabbany yang mendidik dengan perbuatan sebelum ucapan dan menghimpun dalam pengajarannya antara pandangan yang benar dengan amal saleh diiringi sikap bijak dan pemahaman yang lurus terhadap agama Allah Taala serta keinginannya terhadap hamba. Ibnu Jauzi rahimahullah berkata, “Ketahuilah bahwa pendidikan seperti benih sedangkan pendidik seperti tanah. Jika buminya buruk, maka sia-sialah benihnya. Jika tanahnya subur, maka benih akan tumbuh berkembang.” Al-Adab Asy-Syar’iyah Ibnu Muflih, 3/580 Beginilah kesalehan orang-orang yang saleh di antara anak-anak para ulama dan orang-orang saleh dan inilah yang jalan kebaikan yang dilakukan oleh para fuqoha dan pendidik. Setelah itu, sebab terputus, hasilnya diserahkan kepada pemilik segala urusan, pencipta perbuatan hamba, penunjuk ke jalan yang lurus. Yang paling mungkin dilakukan oleh para pendidik dan orang tua adalah pendidikan dan pembinaan, adalah kesalehan dan berubahnya hati, tidak ada seorang pun yang mampu mewujudkannya kecuali Allah. Karena itu dikatakan, Adab dari orang tua, kesalehan dari Allah.” Al-Adab Asy-Syar’iyah, Ibnu Muflih, 3/552 Terakhir, cara untuk mewujudkan hal itu ada dalam point singkat berikut; 1- Para dai dan pendidik menyadari sendiri tentang hakikat tarbiyah dan perkara terkait dengannya. 2- Para pendidik memberikan pemahaman kepada seluruh kaum muslimin tentang sarana-sarana tarbiyah Islam. 3- Kerjasama antara para pendidik dengan lembaga-lembaga, tokoh dan pakar di tengah masyarakat untuk mendirikan lembaga pendidikan yang diawasi dan diselenggarakan oleh para pendidik robbany. Wallahua’lam .
Sebab pangsa pasar dunia pendidikan di Indonesia cukup tinggi (baik sekolah, guru, dan siswa). Bahkan Indonesia menjadi negara keempat terbesar di dunia. Ini tentu tak bisa dilewatkan begitu saja. Bisa jadi, hadirnya Nadiem juga untuk menjadi contoh profil SDM yang pluralis tapi 'berhasil'. Sebagaimana diketahui istri Nadiem beragama Katholik.
Berikut ini adalah kumpulan Tanya-Jawab program diskusi WhatsApp Group Muslimah News ID Bertema “Menyoal Arah Pendidikan Indonesia” yang dipandu oleh Ustazah Noor Afeefa. Nadiem Terpilih, Ada Apakah? 1. Pertanyaan dari Tanti-Tegal Padahal mereka sudah mengetahui bahwa Nadiem tidak memiliki basic’ tentang pendidikan, bahkan dikatakan bahwa Nadiem akan belajar tentang pendidikan dari nol. Namun mengapa mereka memilih Nadiem sebagai Mendikbud? Apakah ada tujuan tertentu dari terpilihnya Nadiem sebagai Mendikbud? 2. Pertanyaan dari Rahmah-Tanjung Morawa Saat ini, kondisi negeri kita semakin meresahkan. Dengan diangkatnya para Menteri yang tidak tepat di bidangnya, meskipun edisi kabinet sebelumnya juga bukanlah orang-orang yang mampu mengurai masalah di negeri ini. Menurut Ustazah, apakah ada kemungkinan ke depannya pendidikan akan diarahkan kepada deradikalisasi? Mungkin link and match’ pula dengan Kemenag. Lalu, akan dibawa ke mana pula negeri ini? Jazakumullah khayr atas tanggapannya. 3. Pertanyaan dari Hikmah-Pasuruan Apa hubungan terpilihnya Nadiem dengan suksesi RI Jawaban dari Ustazah Noor Afeefa Kebijakan sebuah negara dalam hal ini penyusunan kabinet tidak pernah lepas dari konsep politik yang diadopsi. Sistem politik di Indonesia–meski mengemban demokrasi–hakikatnya memberikan kedaulatan dan kekuasaan bagi segelintir pihak, yaitu penguasa dan kroninya terutama pengusaha. Penguasa harus memastikan semua kebijakannya memuluskan jalan bagi terwujudnya kepentingan mereka. Karena itu dipilihnya Menteri Nadiem pastilah untuk kepentingan itu. Kesesuaian bidang bisa dicari-cari. Kepiawaian Nadiem dalam dunia teknologi informasi dan latar belakang bisnisnya dianggap nyambung dengan dunia pendidikan. Sebab, dianggap bisa memetakan SDM ke depan. Dipilihnya Nadiem dipastikan menjadi jalan lapang untuk memuluskan agenda liberalisasi bagi proyek-proyek ekonomi mereka. Sebab, pangsa pasar dunia pendidikan di Indonesia cukup tinggi baik sekolah, guru, dan siswa. Bahkan Indonesia menjadi negara keempat terbesar di dunia. Ini tentu tak bisa dilewatkan begitu saja. Bisa jadi, hadirnya Nadiem juga untuk menjadi contoh profil SDM yang pluralis tapi berhasil’. Sebagaimana diketahui istri Nadiem beragama Katholik. Maka generasi milenial diharapkan bisa bersikap toleran. Ini sejalan dengan misi deradikalisasi yang dicanangkan Presiden. Sementara, deradikalisasi juga merupakan misi untuk memuluskan agenda liberalisasi proyek ekonomi mereka. Sebab, yang paling lantang menentang proyek mereka adalah yang selama ini dicap radikal. Kehadiran Menteri yang juga pebisnis sukses dengan kepiawaian dibidang teknologi informasi ini juga akan memuluskan agenda Revolusi Industri Sebagaimana diketahui RI yang digagas Barat sejatinya adalah penjajahan gaya baru berkedok kemajuan teknologi. Indonesia menjadi salah satu pangsa pasar terbesar jualan teknologi tersebut. Bukan sebagai konsumen saja. Pendidikan berfungsi sebagai sarana untuk mencetak tenaga terdidik yang akan memenuhi pasar tenaga kerja bagi jualan teknologi yang mereka buat. Karenanya, pendidikan mengarah kepada link and match dengan dunia usaha dan industri. [MNews] Pendidikan Berorientasi Pekerjaan 4. Pertanyaan dari Ningsih-Jogja Siapa sebenarnya yang diuntungkan di balik kurikulum sistem pendidikan yang berorientasi materi sebagaimana ke depan sistem pendidikan di negeri ini? Mengingat di benak sebagian besar masyarakat menganggap belajar itu untuk mencari pekerjaan/berorientasi materi. Mohon tanggapannya Ustazah. 5. Pertanyaan dari Ira-Masohi Menyikapi proyek Mendikbud baru, apa yang harus kita lakukan agar masyarakat sadar bahwa pendidikan itu bukan sekadar mendapat ijazah dan bisa bekerja? Karena yang tertanam di kepala para orang tua adalah pendidikan yang sudah ditempuh harus dibayar dengan bekerja. Dan bagaimana menyadarkan para pelajar bahwa pendidikan yang ideal di dalam Islam bukan hanya untuk mendapatkan pekerjaan setelah lulus, tetapi terikat dengan aturan Islam dan memahami tujuan hidup itu juga penting? Jawaban dari Ustazah Noor Afeefa Tentang pendidikan yang berorientasi pekerjaan, maka inilah ciri pendidikan dalam sistem kapitalis. Konsep Knowledge Based Economy mengharuskan ilmu pendidikan menjadi dasar kunci bagi pertumbuhan keberhasilan ekonomi. Maka pendidikan harus diarahkan untuk kepentingan ekonomi, bukan semata-mata ilmu apalagi bagi pembentukan kepribadian karakter. Dengan konsep ini, maka tentu saja yang paling diuntungkan adalah para pengusaha pemilik modal. Dan inilah yang selama ini terjadi di Indonesia. Bahkan kriteria keberhasilan pendidikan–terutama pendidikan vokasi–hanya ditentukan oleh seberapa banyak lulusannya bisa diterima di dunia kerja. Program keterhubungan pendidikan dengan dunia usaha dan industri menunjukkan bahwa target pendidikan adalah bekerja. Bonus demografi memang menjadi problem jika mereka tidak memiliki ilmu dan keahlian. Pengangguran akan menjadi penyakit masyarakat. Namun, pengangguran tentu tidak semata-mata problem pendidikan. Ada problem politik, sosial, dan ekonomi. Dan sistem kapitalis itulah penyebab utama pengangguran. Jadi bukan aspek pendidikan saja. Di sisi lain, manusia membutuhkan pekerjaan, apalagi laki-laki. Bagi mereka mencari nafkah wajib hukumnya. Namun, pekerjaan sebenarnya hanya implikasi hasil alami dari proses pendidikan. Ia bukanlah tujuan pendidikan. Dan sangat berbahaya jika pendidikan ditujukan untuk bekerja. Pendidikan hakiki bertujuan menghasilkan manusia terdidik, bertambah baik bukan sekadar pintar apalagi sekadar bisa bekerja. Manusia cerdas dalam pandangan Islam adalah mereka yang memiliki ilmu. Dengan ilmunya mereka semakin takut dan taat kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Jadilah orang yang cerdas itu orang yang bertakwa. Dengan ilmu dan kecerdasannya pula ia mampu mengelola bumi ini baik dengan tenaganya maupun hartanya sesuai aturan Allah subhanahu wa ta’ala. Inilah target pendidikan. Dalam sistem kapitalis, makna pendidikan telah pudar; keluar dari hakikatnya. Kesempitan hidup memaksa masyarakat meraih target pendidikan hanya sekadar urusan perut, yaitu pekerjaan atau mendapatkan materi. Semoga masyarakat kian memahami rusaknya sistem ini dan berusaha mewujudkan sistem Khilafah Islam. [MNews] Terjebak Pendidikan Sekuler 6. Pertanyaan dari Fattah UlJ-Solo Ustazah, di era pendidikan sekuler ini, bagaimana cara kita agar tidak terlalu terjebak oleh sistem pendidikan terutama untuk yang bersekolah di sekolah negeri? Syukron. 7. Pertanyaan dari Yuni-Ngawi Bagaimana sikap kita sebagai orang tua dalam menghadapi era pendidikan sekuler yang semakin jauh dari aturan Islam? Karena bukan hanya sekolah negeri saja, bahkan sekarang sekolah yang berbasis agama pun sudah tercemari dengan ide-ide sekuler, sehingga orang tua dibuat bingung dalam menentukan pendidikan putra putrinya. Jawaban dari Ustazah Noor Afeefa Di sekolah negeri saat ini memang minim pembentukan dan penguatan syakhsiyah kepribadian Islamnya. Demikian pula untuk pemahaman tsaqafah Islamnya. Inilah konsekuensi ketika sistem pendidikan tidak sesuai Islam. Hal yang paling mendasar dan penting dalam pendidikan justru diabaikan. Agar tidak terjebak dengan arah pendidikan sekuler, maka orang tua harus sangat berhati-hati dan memperhatikan perkembangan pendidikan anak-anaknya. Sering ditemui anak-anak mendapatkan pelajaran di sekolah yang tidak sesuai dengan akidah dan syariah Islam. Maka tugas orang tua untuk meluruskannya. Orang tua juga harus memberikan tambahan bimbingan kepada anak-anak, baik dilakukan secara sendiri-sendiri, maupun berjamaah dengan orang tua lain. Tambahan bimbingan pembinaan lebih dikhususkan berkaitan dengan pembentukan kepribadian pola pikir dan pola sikapnya agar sesuai Islam. Ini penting agar mereka memiliki dasar yang cukup untuk menyaring semua ilmu yang diterimanya di sekolah. Kemudian, orang tua juga harus menyadari pentingnya amar makruf nahi mungkar. Kemungkaran yang terjadi di depan mata, baik menyangkut dunia pendidikan maupun sistem sekuler kapitalis yang melahirkan dan melanggengkannya, harus terus dikoreksi agar sesuai dengan Islam. [MNews] Mewujudkan Pendidikan Tinggi yang Menyelaraskan Iptek dan Imtak 8. Pertanyaan dari Maratus Ririn-Surabaya Bagaimana Khilafah dapat mewujudkan pendidikan tinggi terbaik di dunia yang menyelaraskan antara penguasaan iptek dan pengamalan imtak? Jawaban dari Ustazah Noor Afeefa Sejarah kekhilafahan telah mencatat majunya ilmu pengetahuan melalui orang-orang bertakwa. Tercatat al Khawarizmi, al-Kindi, Jabir al-Hayyan, dan sebagainya. Suatu saat pun Khilafah Islam kelak dapat mewujudkan pendidikan tinggi terbaik dunia. Beberapa hal berikut yang menjadi faktor penentunya Pertama, menjadikan akidah Islam sebagai asas dalam sistem pendidikan. Hal ini karena Islam sangat menganjurkan umatnya untuk menggunakan akalnya dalam memahami hakikat alam semesta. Pada akhirnya terdoronglah untuk melakukan berbagai pencapaian di bidang sains dan teknologi. Dengan dorongan akidah, mereka akan menjadi ilmuwan yang bertakwa. Kedua, negara Khilafah memberikan support penuh berupa anggaran hingga fasilitas untuk pengembangan ilmu dan teknologi. Ini berbeda dengan kondisi sekarang di mana negara minim perhatian, sehingga peta riset di berbagai pendidikan tinggi dikuasai korporasi dan hasil riset pun mereka kuasai. Ketiga, negara Khilafah bersungguh-sungguh memberikan pelayanan pendidikan dasar dan menengah sesuai dengan tujuan pendidikan Islam. Saat mereka telah kuat akidah dan tsaqafah Islamnya di pendidikan dasar menengah, mereka tidak akan ragu lagi ketika mempelajari berbagai ilmu di pendidikan tinggi. Jadi, keberhasilan di pendidikan tinggi juga ditentukan oleh keberhasilan di pendidikan dasar menengahnya. Sistem pendidikan Islam dilaksanakan secara terpadu dan menyeluruh dari dasar hingga pendidikan tinggi. Keempat, negara Khilafah menerapkan sistem politik dan ekonomi sesuai syariat. Hal ini akan menjamin stabilitas politik dan ekonomi negara. Kondisi ini sangat mendorong keberhasilan pendidikan tinggi yang memadukan iptek dan takwa bagi kemajuan Islam dan kaum muslim. [MNews] Pendidikan Bagi Kaum Milenial 9. Pertanyaan dari Isti-Tanah Paser Sambutan kaum milenial terkait sistem pendidikan yang seakan cocok dengan kondisi terkini. Mohon penjelasan tantangan terbaru terkait hal ini Ustadzah. Jawaban dari Ustazah Noor Afeefa Inilah tantangan baru dakwah Islam. Kaum milenial harus dipahamkan tentang hakikat sebuah pendidikan. Bahwa pendidikan bukanlah bertujuan untuk bekerja. Pendidikan harus ditujukan untuk mendapatkan ilmu dan membentuk kepribadian Islami. Memang benar bahwa mereka harus memiliki ilmu agar bisa menghadapi era desrupsi. Namun, mereka tidak boleh kehilangan tolok ukur syariat tentang baik buruk dan benar salah. Maka, mendekatkan kaum milenial dengan ajaran Islam mutlak diperlukan. Inilah yang akan menyetir dan mengarahkan ke mana ilmu mereka berlabuh. Tolok ukur itu pula yang akan menyeleksi ilmu seperti apa yang perlu dipelajari dan dikembangkan, dan mana yang harus ditinggalkan. Saat ini standar itu telah kabur bahkan hilang. [MNews] Agar Diri Pengajar Bisa Maksimal 10. Pertanyaan dari Rifa-Bandung Ustazah, menyikapi bahwa dicanangkan program pendidikan yang 5 lima tahun ke depan akan dikelola oleh seorang pebisnis sehingga terbenakan bidang pendidikan hanya menjadi lahan bisnis. Bukankah memang sejak lama pendidikan di negeri +62 ini sudah kehilangan jati dirinya dalam mendidik dan mengajar? Bahkan mindset yang terbentuk atas dorongan sistem dan mungkin belum terbangun kesadaran para pengajar untuk memaksimalkan pengajaran di kelas, dalam artian saya menyaksikan sendiri dengan tidak mengurangi rasa simpati kepada para pengajar lainnya yang sempat berdemonstrasi, bukan hanya beberapa yang bisa dibilang makan gaji buta. Karena saya amati pendidikan saat ini hanyalah formalitas untuk sekadar mendapat STTB yang ujung-ujungnya untuk mendapatkan pekerjaan. Sebetulnya gerakan besar seperti apa yang harus dilakukan untuk mengefisienkan waktu agar tidak mubazir, tetapi ilmu dunia mereka dapat maksimal sehingga mereka juga punya waktu mencari ilmu akhirat? Jawaban dari Ustazah Noor Afeefa Semua insan pendidikan harus dipahamkan dengan sistem pendidikan Islam. Mereka bisa menerapkan sejauh yang bisa mereka lakukan secara pribadi. Misalnya, memberikan materi pembelajaran yang sesuai ajaran Islam atau menerapkan perilaku dan peraturan Islami di lingkungan pendidikan, seperti cara berpakaian syar’i, mengatur pergaulan laki-laki dan perempuan, dan sebagainya. Di samping itu, mereka juga harus memperjuangkan terwujudnya sistem tersebut. Yakni, dengan berdakwah kepada masyarakat tentang pentingnya sistem Khilafah yang akan menerapkan sistem pendidikan Islam. Mengoreksi penguasa juga menjadi bagian dari dakwah Islam. Namun, tuntutannya harus jelas, yakni menghendaki diterapkannya sistem pendidikan Islam dalam bingkai Khilafah. [MNews] Tantangan bagi Pengemban Dakwah di Tengah Pendidikan Sekuler 11. Pertanyaan dari Aulia Rahmah-Gresik Pada akhirnya negara yang mengambil pola pendidikan sekuler akan menganggap biasa kerusakan moral, karena pendidikan hanya dipandang sebagai jalan untuk mencari kepuasan yang hanya bersifat materi uang, kedudukan, dll.. Karena hal ini diemban oleh negara sehingga kaum muslimin pun tak menyadari bahwa pendidikan sekuler adalah sumber masalah dan terjangkiti pula oleh virus islamofobia. Bagaimana upaya kita agar tetap kuat menjadi pejuang tangguh di tengah gempuran fitnah yang skalanya tidak hanya nasional bahkan internasional? Jazakillah khoir atas jawabannya. 12. Pertanyaan dari Mulyani-Lampung Sekularisasi bangsa ini sudah dilakukan di semua lini, tak terkecuali di sektor pendidikan. Sementara ruang dan medan dakwah bagi partai ideologis semakin dipersempit dengan dibuatnya berbagai undang-undang undang dan aturan kufur. Bagaimana menyikapi hal ini? Sebagai ASN kita ingin tetap berdakwah Islam kaffah untuk memenuhi perintah dan menggapai rida Allah, namun tidak bisa dipungkiri ada sedikit kekhawatiran mengingat situasi dakwah saat ini. Jawaban dari Ustazah Noor Afeefa Pendidikan hanyalah satu dari sekian banyak kebijakan penguasa yang menyakiti rakyat dan menjauhkan kaum muslim dari agamanya. Oleh karenanya, seluruh umat harus menyadari problem ini dan memahami bagaimana solusinya dalam Islam. Para pengemban dakwah harus berjuang dengan sekuat tenaga mendakwahkannya ke tengah-tengah umat. Kesabaran memang harus selalu dikuatkan. Sebab, gempuran fitnah pasti selalu mengiringi. Mereka bukan saja diteror atas seruan kebenaran yang disampaikan. Mereka juga harus istikamah dalam menjalankan hukum syariat. Mendidik anak dengan cara sahih tentu tidak mudah dalam sistem sekuler kapitalis ini. Pengorbanan berlipat inilah yang akan membuahkan kebaikan di dunia dan akhirat kelak. Amal dakwah merupakan amal mulia karena menolong agama Allah. Maka pengemban dakwah adalah hamba Allah terbaik yang akan ditolong-Nya. “Wahai orang-orang beriman, jika kamu menolong agama Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” TQS Muhammad [47] 7 Semoga hal ini menguatkan kita semua untuk terus berjuang menegakkan kebenaran demi kemuliaan Islam dan kaum muslimin. [MNews] Artikel pengantar diskusi bisa dibaca di sini Facebook Notice for EU! You need to login to view and post FB Comments!
Pembahasan Mengenai prinsip-prinsip dalam pendidikan Islam dapat ditinjau dari beberapa aspek dalam perumusan prinsip tersebut yaitu : Prinsip integrasi, prinsip ini memandang adanya wujud kesatuan dunia akhirat. Oleh karena itu, pendidikan akan meletakkan porsi yang seimbang untuk mencapai kebahagiaan di dunia sekaligus akhirat.
Setiap manusia yang hidup pasti membutuhkan pendidikan baik pendidikan formal ataupun informal. Pendidikan formal adalah proses belajar dan mencetak keahlian melalui lembaga formal dan dilakukan secara profesional. Sedangkan pendidikan informal, proses belajar tidak melulu harus melalui lembaga, melainkan dilakukan secara mandiri pun juga tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan atau data saja. Pendidikan juga berfungsi untuk membangun karakter, moralitas, kemampuan, dan keahlian tertentu pada seseorang. Tanpa pendidikan, manusia tidak akan belajar, mengevaluasi proses hidupnya, dan memiliki kemampuan untuk bisa memenuhi hidup dan membangun islam, pendidikan juga sangat diutamakan. Proses menuntut ilmu dan belajar sudah diperintahkan oleh Allah sejak manusia mulai dari kecil hingga ia menuju ke liang lahat. Sebagaimana hadist Rasulullah “Carilah ilmu mulai dari buaian hingga ke liang lahat”.Pendidikan islam bukan hanya berkaitan dengan bagaimana orang mengenal agama dan fungsi agama, melainkan juga bisa mempraktekkan nilai-nilai dan panduan tersebut dengan baik dalam kehidupan diri, keluarga, dan masyarakat. Pendidikan islam bermaksud untuk membangun pondasi agar segala bidang yang ada di masyarakat bisa terbangun secara baik, benar, dan tidak menyesatkan Mengenai Pendidikan dalam IslamDalam islam terdapat dalil-dalil yang berkenaan mengenai pendidikan islam. Hal ini sebagaimana Al-Quran dan Hadist banyak memperingatkan manusia untuk mencari ilmu dan mengembangkan pengetahuan agar bisa memberikan manfaat luas di masyarakat. Hal ini sebagaimana islam hadir sebagai rahmatan lil Al Quran Surat Al Mujadalah ayat 11 “Wahai orang-orang yang beriman!Apabila dikatakan kepadamu,”Berilah kelapangan didalam majelis, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang berilmu beberapa derajat” Dalam ayat tersebut Allah memberikan informasi kepada umat islam bahwa di dalam majelis yaitu tempat untuk menuntut ilmu ditinggikan beberapa derajat bagi yang juga mempersilahkan orang yang lain untuk ikut dalam majelis. Hal ini berarti menunjukkan bahwa majelis ilmu adalah suatu hal yang penting diikuti sehingga Allah menyuruh untuk memberikan tempat duduk kepada yang lain walau harus ayat yang lain berkenaan dengan proses belajar adalah dalam Al-Quran Surat Al-Alaq. Hal ini menunjukkan bahwa Allah menyuruh kepada manusia untuk Iqro atau membaca. Dalam hal ini membaca tidak dibatasi pada membaca teks, namun juga membaca realitas, keadaan sekitar, dan apa yang nampak untuk bisa menyadari kekuasaan Allah dan mau untuk tunduk pada itu, pendidikan, bukan hanya sekedar bagaimana orang belajar di bangku formal. Pendidikan juga berbicara membaca keadaan dan Hadist “Dari Anas bin Malik ia berkata, Rasulullah saw, bersabda Mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim, memberikan ilmu kepada orang yang bukan ahlinya seperti orang yang mengalungi babi dengan permata, mutiara, atau emas” MajahDalam hadist di atas ditunjukkan bahwa untuk mencari ilmu adalah kewajiban dari setiap muslim. Mencari ilmu sama halnya sebagaimana muslim menjalani proses pendidikan. Pendidikan juga adalah kewajiban yang harus ditempuh oleh seorang ayat Al-Quran dan Hadist di atas, maka pendidikan dalam islam adalah suatu kewajiban terlebih hal yang berkaitan dengan islam-agama. Tidak ada satu alasan pun seorang muslim untuk melanggar kewajibannya dalam menuntut ilmu, melaksanakan Pendidikan Islam dengan yang LainPendidikan islam dengan pendidikan lainnya tentu memiliki perbedaan yang, walaupun secara umum tentunya pendidikan adalah proses untuk melakukan pembelajaran agar ada perubahan yang lebih baik dalam diri seseorang. Hal tersebut berakitan dengan skill, pola pikir, akhlak, atau masalah hidup lainnya. Berikut adalah hal-hal yang mendasar yang membedakan pendidikan islam dengan yang Ketauhidan ”Dan Ingatlah ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar”. QS Luqman 13Ayat diatas adalah bagaimana proses Luqman ketika proses memberikan pendidikan pada anaknhya. Luqman mengajarkan anaknya untuk tidak mempersekutukan Allah dan melakukan kezaliman. Hal ini menunjukkan bahwa ajaran Luqman, yang merupakan teladan pendidikan dalam sejarah islam, mengedepankan Tauhid sebagai landasannya.“Dan sungguh, telah Kami Berikan hikmah kepada Luqman, yaitu, “Bersyukurlah kepada Allah! Dan barangsiapa bersyukur kepada Allah, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa tidak bersyukur kufur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya, Maha Terpuji. Dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya, “Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar. Dan Kami Perintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tua-nya. lbunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau menaati keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku. Kemudian hanya kepada-Ku tempat kembalimu, maka akan Aku Beritahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”. QS 31 12-15Di ayat yang lain ini pula dijelaskan bahwa pendidikan pertama kali diawali dari orang tua dan keluarga. Seorang anak dididik dan dibesarkan pertama kali bukan dari lingkungan sekolah atau tempat bermainnya, melainkan dari orang tua. Untuk itu, pendidikan dari orang tua adalah hal yang cukup penting dan utama untuk untuk Mengabdi pada Allah ”Dan tidaklah Aku menciptakan Jin dan Manusia kecuali hanya untuk beribadah kepada-Ku” QS Adzariyat 54Allah menciptakan manusia semata-mata untuk mengabdi kepada Allah. Segala apa yang dilakukan di muka bumi berarti diorientasikan untuk bisa mengabdi sebaik-baiknya melaksanakan apa yang Allah juga penting dan sangat mempengaruhi cara kita untuk mengabdi kepada Allah. Tanpa pendidikan islam, manusia tidak akan banyak mengenal tentang islam, tentang Allah dan lain-lainnya termasuk mengenal aturan yang Allah proses belajar manusia akan mengenal Tuhan dan Ajaran dengan baik, sehingga bisa melaksanakannya dengan baik pula. Mustahil tanpa ilmu pengetahuan yang benar dan luas dapat benar-benar mengabdi, karena mengabdi pun butuh asumsi terlebih islam bertujuan untuk semakin mampu mengabdi kepada Allah. Sedangkan untuk pendidikan lainnya belum tentu bertujuan untuk hal tersebut, walaupun dalam hal teknis dan operasional bisa saja penerapannya ada yang sama dan berjalan Khalifah fil Ard, Membangun bukan Merusak Bumi “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi. . . . ” QS Al-Baqarah 30 Manusia semata-mata diciptakan Allah untuk menjadi khalifah fil ard, yaitu pemimpin di muka bumi, untuk melaksanakan pembangunan di bumi bukan malah justru merusaknya. Untuk itu, dengan pendidikan islam tujuan utamanya adalah membentuk manusia membangun bumi di berbagai sektor-sektor yang ada mulai dari Politik, Sosial, Budaya, Ekonomi, Pendidikan, Hukum, Keamanan, IPTEK, tersebut tidak bisa terbangun jika tidak ada misi islam untuk mensejahterakan masyarakat, menegakkan keadilan, memberikan solusi, dengan prinsip islam yang rahmatan lil alamin. Sedangkan pendidikan lainnnya yang bukan pendidikan islam belum tentu mengorientasikan sebagaimana pendidikan islam orang-orang yang menganggap bahwa pendidikan hanya untuk gelar, formalitas, dan juga sebagai kebanggaan diri. Islam tidak pernah mengajarkan hal tersebut. Aspek terpenting dari pendidikan adalah sejauh apa ilmu yang kita miilki mampu memberikan perubahan di dilaksanakannya Pendidikan IslamPendidikan islam memiliki tujuan yang ingin dicapai, khususnya untuk umat islam sebagai pemeluknya. Tujuan ini tidak lepas dari dasar diciptakan manusia hidup dan tinggal di muka bumi. Begitupun tujuan pendidikan islam tidak lepas dari orientasi Allah menciptakan manusia sebagai hamba yang harus taat dan patuh pada Agama dan Tuhan dengan Baik dan Benar Pendidikan islam bertujuan juga untuk bisa mengenalkan islam dengan baik dan benar. Tanpa pendidikan islam, kita bisa salah memahami dan tersesat dari jalan yang seahrusnya. Pendidikan islam yang kental membuat seseorang lebih bisa memahami secara mendalam dan lebih memahami berbagai masalah hati gelisah menurut islam salah satunya adalah karena dalam hidupnya tidak ada pegangan hidup. Jika manusia tidak mengenal agama dan Tuhan dengan benar maka kegelisahan akan muncul karena ia tidak memiliki tempat bergantung dan berserah diri dalam hidupnya. Untuk itu ada banyak manfaat beriman kepada Allah SWT, salah satunya adalah mendapatkan tuntunan hidup yang benar di jalan Pondasi atau Dasar dalam kehidupan Agama adalah dasar atau pondasi dalam kehidupan manusia. Rukun Islam dan Rukun Iman adalah pondasi dari pendidikan Islam dan Pendidikan Akhlak. Pendidikan islam bertujuan untuk membangun, memperkukuh, dan memperkuat pondasi tersebut dalam kehidupan manusia. Pembangunan dan perawatan pondasi tidak bisa sekali saja dilakukan, namun terus sekali manusia yang pintar, namun karena minim pendidikan agama akhirnya tidak mampu menghadapi berbagai tantangan nilai kerusakan sosial di masyarakat. Salah satu contohnya manusia tersebut sulit menerima kenyataan ujian kesulitan hidup. Dalam pendidikan islam tentunya hal ini diajarkan bagaimana menghadapi musibah dalam islam, agar tidak terjerumus jurang yang lebih dalam apalagi berputus asa. Ada bahaya putus asa dalam islam, untuk itu akhlak islam mengajarkan untuk bisa bersabar dan ikhlas menghadapi Menerapkan agamanya dalam kehidupan dan berbagai sektor kehidupan Tujuan pendidikan islam bukan sekedar untuk menambah ilmu semata, tetapi mengenal agama, hukum Allah diberbagai bidang, dan sunnatullah kehidupan lainnya yang tidak tertulis di Al-Quran seluruhnya Ayat-Ayat Semesta, Kauliyah.Persoalan agama tidak melulu hanya sekedar persoalan ritual dan spiritual. Bidang bidang kehidupan seperti ekonomi, budaya, sosial, dan lainnya juga sangat berkaitan erat dengan agama. Dengan mengenal agama dengan baik dan benar maka kita bisa memahaminya dan menerapkannya di berbagai sektor perintah Agama adalah menerapkan agama di segala sektor kehidupan, kita sadari bahwa Indonesia tidak seluruhnya memiliki keyakinan yang sama. Untuk itu perlu adanya toleransi terhadap ummat lain. Bukan berarti membenarkan ajarannya, namun sekedar bertoleransi. Ada sangat banyak manfaat toleransi antar umat beragama yang bisa didapatkan. Salah satunya adalah Islam dikenal sebagai agama yang rahmatan lil alamin serta membawakan Diri atas Lingkungan Agama Dengan adanya pendidikan islam tujuannya juga bisa mendapatkan pengondisian budaya dan lingkungan yang berbasis islam. Di tengah masyarakat yang liberal dan hedonis maka tentunya kita membutuhkan pengondisan agama untuk bisa memperkukuh keimanan dan akhlak di zaman saat ini sudah muncul ciri-ciri akhir zaman yang membuat kita harus semakin mengokohkan pondasi agama dan memberikan pendidikannya pada anak-anak, keluarga, dan lingkungan yang bisa kita ikut tengah zaman yang mulai banyak ditanami nilai liberal dan hedonis, tentunya sering kali membawa stress dan kegelisahan bagi diri kita yang masih memegang teguh keimanan. Islam mendidik dan mengajarkan bagaimana cara agar hati tenang dalam islam juga cara menghilangkan stress dalam islam. Hal ini merupakan bagian dari pendidikan akhlak islam yang ditanamkan agar manusia bisa fokus menjalani kehidupan dan berbuat baik dengannya. Untuk itu islam pun juga mengajarkan untuk tidak bersikap sombong dan tidak ikhlas. Sifat sombong dalam islam dan ciri-ciri orang yang tidak ikhlas dalam beribadah kepada Allah SWT tentu harus dipahami dan dihindari agar tidak merusak akhlak kita Pendidikan Islam Menurut Tokoh LainnyaTokoh-tokoh lainnya memiliki pendapat mengenai tujuan pendidikan islam. Imam Al Ghazali dan Muhammad Quthub adalah tokoh yang mewakili sosok ulama islam yang berbicara mengenai masalah Imam Al Ghazaly Tujuan Pendidikan menurut imam Al Ghazaly adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah, bukan pangkat dan bermegah-megah, dan hendaklah seorang pelajar itu belajar bukan untuk menipu orang-orang bodoh atau bermegah-megahan. Pendidikan Islam menurut Al Ghazaly adalah untuk membentuk Pendidikan Muhammad Quthub Tujuan pendidikan menurut Muhammad Quthub adalah lebih penting dari pada pendidikannya. Menurut Quthb tujuan umum pendidikan adalah manusia yang Taqwa, itulah manusia yang baik Islam tidak bergantung kepada sarana yang ada, melainkan bergantung dari tujuannya. Sarana bisa berganti kapanpun namun tujuan pendidikan islam untuk mencapai ketaqwaan tetaplah sama Tema: Peradaban Masyarakat Makkah Sebelum Islam Pembelajaran ke : I (Pertama) Alokasi waktu : 10 menit A. Tujuan pembelajaran Setelah mengikuti proses pembelajaran, siswa diharapkan dapat: 1. Menjelaskan peradaban bangsa arab sebelum Islam 2. Memaparkan kondisi masayarakat Makkah sebelum Islam dengan penuh rasa ingin tahu, 1. Apa yang menjadi obyek kajian ilmu pendidikan ? Yang menjadi objek kajian ilmu pendidikan adalah pertumbuhan dan perkembangan anak didik dalam dunia pendidikan mulai dari anak usia dini hingga dewasa. Meliputi tahap - tahap sesuai perkembangan anak didik , kemampuan yang dimiliki anak didik, serta pengembangan kecerdasan jamak hingga permasalahan - permasalahan yang di alami dalam melakukan kegiatan pendidikan. 2. Apa yang dimaksud transfer of knowledge, transfer of value dan transfer of culture? bagaimana hubungan ketiganya? >Transfer of knowledge pendidikan merupakan proses yang di berikan dalam bentuk ilmu pengetahuan. >Transfer of Value pendidikan yang dilakukan dengan cara pemberian nilai terhadap anak didik, dimana ilmu yang mereka miliki itu sangatlah berharga. >Transfer of Culture pendidikan yang dilakukan atau yang di sampaikan memiliki unsur budaya, sehingga anak didik bisa melestarikan kebudayaan. Dengan tujuan agar kebudayaan itu tidak akan hilang di telan masa. Jadi, hubungan antar ketiganya yaitu sama – sama suatu proses pendidikan yang memiliki tujuan agar dapat mengubah perilaku individu atau kelompok menjadi manusia yang seutuhnya. Utuh yang di maksud itu, manusia yang memiliki wawasan luas. 3. Apa maksud dari pernyataan Pendidikan Merupakan Kebutuhan yang Kodrati bagi Manusia? Maksudnya bahwa pendidikan itu merupakan suatu kebutuhan pokok yang dibutuhkan manusia untuk hidupnya kedepan. Tujuan pendidikan bagi manusia itu bisa digunakan sebagai tolak ukur batas kemampuan yang dimilikinya.
MenurutProf Naquib al Attas, tujuan pendidikan adalah mengembalikan manusia kepada fitrah kemanusiaannya bukan pengembangan intelektual atas dasar manusia sebagai warga negara, yang kemudian identitas kemanusiaannya diukur sesuai dengan perannya dalam kehidupan bernegara. Menurutnya, konsep pendidikan Islam pada dasarnya berusaha mewujudkan manusia yang baik, manusia yang sempurna sesuai dengan fungsi utama diciptakannya.
PERUMUSAN VISI DAN MISI SEBAGAI ORIENTASI PENGELOLAAN PENDIDIKAN ISLAM oleh Hujair AH. Sanaky, Dr. MSI Perubahan dan inovasi merupakan kata kunci dan dijadikan sebagai titik tolak dalam mengembangkan pendidikan pada umumnya. Dalam pengelolaan program-program pendidikan, diperlukan perumusan visi, misi, orientasi, strtaegi, tujuan dan perioritas yang dituju secara jelas, sehingga dalam pelaksanaan dan pengambangan program pendidikan selau berorientasi kepada visi dan misi yang telah ditetapkan tersebut. Pada era sekarang ini, pengelola pendidikan juga dihadapkan pada tuntutan manajemen kualitas penjaminan mutu quality assurance pendidikan, sehingga lembaga dan institusi pendidikan mulai mengguna kan manajemen mutu dan kemudian merumuskan dan menetapkan visi dan misi sekolah atau madrasah masing-masing untuk memenuhi tuntutan tersebut. Lembaga dan institusi pendidikan Islam, mulai dari madrasah ibtidaiyah sampai dengan perguruan tinggi Islam telah merumuskan visi dan misi masing-masing sebagai tuntutan kualitas penjamin mutu quality assurance atau Quality Management System pendidikan dengan berbagai gaya bahasa. Katakan saja ada yang merumuskan visi pendidikan Islam adalah pendidikan yang unggul, berilmu, terampil, berakhlakul karimah, mewujudkan insan beriman, bertaqwa, dan beramal. Sedangkan misi pendidikan Islam adalah pendidikan yang akan menjadikan peserta didik unggul di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi; bersikap mandiri; terampil dalam penguasaan teknologi informasi; terampil dalam penguasaan bahasa asing; pembentukan karakter Islami; melibatkan seluruh warga madrasah, komite dan stakeholders dalam pengambilan keputusan; membangun kesadaran ukhuwah islamiyah, mewujudkannya dalam kehidupan masyarakat; madrasah sebagai lembaga pendidikan yang mendapatkan kepercayaan masyarakat, dan sebagainya. Tetapi yang menjadi pertanyaan apakah program-program pendidikan yang dilaksanakan selalu mengacu kepada visi dan misi yang telah dietapkan tersebut? Kemudian bagaimana standar pengukurannya untuk mengetahui tingkat pencapaiannya, sehingga dapat diketahui apakah telah terjadi prubahan terus menerus, perubahan berkelanjutan Continual Improvemnet. Sistem pendidikan yang bagaimana yang mampu membawa peserta didik dengan jeli memahami visi dan mampu memilih periorita. dalam melaksanakan program-program pendidikannya. Pengelola lembaga pendidikan tidak perlu terkecoh dengan kepentingan yang sifatnya sesaat, kepentingan normatif sebagai pemenuhan standar, perumusan visi dan misi hanya sebagai suatu ”merah gading” atau hanya sebagai ”pemeo” yang dibanggakan, tetapi sulit dilaksanakan dan dicapai. Untuk itu, diperlukan suatu rumusan visi dan misi pendidikan Islam yang jelas, mampu dilaksakan, dapat dikur, dapat dicapai, dan terjadi perubahan, dengan mempertimbangkan budaya organisasi dan keterpaduan dengan core biliefs dan core values atau nilai-nilaia keunggulan dan nilai pengabdian. Para penyelenggara pendidikan dituntut memiliki visi dan misi untuk mencapai pendidikan yang selenggarakan. Sebelum membahas misi dan visi pendidikan Islam, terlebih dahulu dijelaskan konsep misi dan visi serta keterkaitannya dengan core biliefs dan core values. Menurut beberapa pengertian misi adalah “jalan pilihan the chosen track suatu organisasi untuk menyediakan produk/jasa bagi customer-nya. Perumusan misi merupakan suatu usaha untuk menyusun peta perjalanan mewujudkan visi, sedangkan visi, pandangan jauh ke depan, ”idea” yang ingin diwujudkan turning idea into reality, atau visi merupakan “suatu pikiran yang melampaui realitas sekarang, sesuatu yang kita ciptakan yang belum pernah ada sebelumnya, suatu keadaan yang akan kita wujudkan yang belum pernah kita alami sebelumnya”. Visi pendidikan merupakan suatu pandangan atau keyakinan bersama seluruh komponen pendidikan sekolah akan keadaan masa depan yang diinginkan. Misalnya, dalam merumuskan visi pendidikan adalah ”menjadi sekolah atau perguruan tinggi yang paling unggul di Indonesia”. Keberadaan visi akan memberikan inspirasi dan mendorong seluruh warga sekolah dan kampus, bekerja lebih giat untuk mencapai visi tersebut. Visi pendidikan sekolah dan perguruan tinggi harus dinyatakan dalam kalimat yang jelas, posetif, realistis, menantang, mengundang partisipasi, dan menunjukkan gambaran masa depan”. Misi erat kaitannya dengan visi, apabila visi pernyataan tentang gambaran global masa depan, misi merupakan pernyataan formal tentang tujuan utama yang akan direalisir. Jadi kalau visi merupakan ide, cita-cita dan gambaran di masa depan yang tidak terlalu jauh yang ingin diujudkan, misi merupakan upaya untuk konkritisasi visi dalam ujud tujuan dasar yang akan diujudkan. Jadi, visi dan misi pendidikan suatu sekolah dan perguruan tinggi “merupakan penjabaran atau spesipikasi visi dan misi pendidikan nasional yang disesuaikan dengan latar belakang dan kondisi lokal”, serta didasarkan pada nilai-nilai values yang dianut, nilai-nilai keunggulan, dan nilai-nilai pengabdian. Misi dan visi tersebut kemudian diujudkan dalam program-program yang harus dilakukan untuk menjadikan lembaga atau sekolah dan perguruan tinggi paling unggul di Indonesia. Misalnya, untuk meningkatkan mutu tenaga pengajar, agar dalam 5 tahun ke depan semua guru sudah tersertifikasi, sistem pembelajaran sudah berbasis IT. Tenaga pengajar di perguruan tinggi minimal bergelar Magister, dan sebagian besar lebih dari 50% sudah bergelar Doktor, mempunyai jabatan guru besar. Misi pendirian perpustakaan yang modern, dalam 5 tahun ke depan sistem pelayanan diperpustakaan telah menggunakan IT dan lengkap dengan buku-buku keilmuan mutakhir. Dalam konteks out-put pendidikan, dari pandangan ini dapat dikatakan bahawa visi dan misi sekolah-sekolah Islam merupakan penjabaran atau spesipikasi dari visi dan misi pendidikan Islam itu sendiri, yaitu membentuk “insan kamil” yang berfungsi mewujudkan rahmatan lil alamin. Selain itu, visi dan misi tersebut juga perlu disesuaikan dengan latar belakang, kondisi lokal masing-masing, didasarkan pada nilai-nilai ajaran Islam, nilai-nilai budaya, nilai-nilai keunggulan, dan nilai pengabdian. Dengan demikian, dalam merumuskan misi dan visi pendidikan harus didasarkan pada core beliefs dan core values. Sedangkan untuk mencapai visi dan misi tersebut, harus dilaksanakan dengan penyusunan kebijakan, orientasi, sasaran dan strategi secara operasional. Hubungan antara misi, visi, core beliefs, core values, kebijakan, dan strategi dapat digambarkan, sebagai berikut Gambar 1 Hubungan antara misi, visi, core biliefs, core values, dan strategi Hubungan antara misi, visi, core biliefs, core values dan strategis dari gambar di atas, dapat dijelaskam sebagai berikut a. Pertama kali organisasi, dalam hal ini lembaga pendidikan Islam perlu menetapkan misi yang merupakan the chosen track – memilih misi untuk menyediakan produk atau jasa bagi customer-nya. Misi ditetapkan berdasarkan asumsi tentang lingkungan yang akan dimasuki oleh organisasi tersebut. Organisasi perlu mengamati trend perubahan di masa akan datang. Hasil trend watching ini kemudian digunakan untuk melakukan envisioning, yang merupakan pengembangan visi dari suatu kondisi yang akan diwujudkan di masa yang akan datang. b. Visi pada hakekatnya merupakan perubahan dan seringkali perubahan dapat diibaratkan dengan swimming upstream, maka perwujudan visi menuntut organisasi atau lembaga melakukan long and rocky journey yang membutuhkan energi luar biasa besarnya. Energi yang diperlukan untuk mewujudkan visi, perlu digali diri setiap anggota organisasi atau lembaga dengan menanamkan core biliefs tentang kebenaran visi dan perjalanan untuk mewujudkan visi. Maka untuk mewujudkan visi, hanya dapat dilakukan dengan cara Pertama, mengkomunikasikan visi tersebut secara jelas kepada seluruh anggota organisasi atau lembaga; dan Kedua, mengkomunikasikan tentang kebenaran visi organisasi dan perjalanan untuk mewujudkannya. Keberhasilan dalam mengkomunikasikan visi tersebut akan mengubah visi organisasi atau lembaga menjadi shared vision. c. Untuk mewujudkan visi melalui the chosen track misi menuntut perilaku tertentu dari para anggota organisasi atau lembaga; 1 Perilaku yang diharapkan dari anggota organisasi, diwujudkan melalui core values dan perlu dijunjung tinggi. Sebab core values merupakan nilai ideal yang perlu dijunjung tinggi setiap anggota organisasi suatu lembaga. Maka tanpa core values yang ditetapkan sebagai perilaku yang diharapkan, perjalanan untuk mewujudkan visi akan dilakukan berdasarkan prinsip yang salah dalam konteks ini dapat dikatakan bahwa “tujuan menghalal cara”. Core values, dijelaskan sebagai pemberian makna terhadap pekerjaan sebagai pengabdian kepada Tuhan, karena perilaku luhur sebagaimana diajarkan dalam agama diujudkan melalui pekerjaan untuk merealisasi visi lembaga atau organisasi; 2 Dalam pendidikan Islam, nilai-nilai pengabdian Ibadah yang dibagun berupa; keimanan, ke Islaman, ihksan, amanah, jujur dan tanggung jawab, qona’ah, komitmen, sabar, sidiq, ukhuwah, kerjasama, toleran, pelayanan, perlindungan. Nilai-nilai keunggulan yang dibangun, adalah cerdas, inovatif, kreatif, disiplin, kerja keras, proaktif, terbuka, efisien dan efektif, serta integratif. d. Untuk mewujudkan visi harus dilaksanakan dengan orientasi, sasaran, tujuan, dan “strategi”. Dengan strategi yang jelas diharapkan dapat menyusun langkah-langkah yang terencana, sistematis, dan efisien untuk menjawab persoalan yang dihadapi suatu lembaga atau organisasi untuk mewujudkan visi yang telah dirumuskan atau ditetapkan. Selanjutnya harus didukung dengan ”rencana kerja” yang jelas, sehingga akan menghasilkan suatu perubahan dalam proses kerja orgenisasi tersebut. Atas dasar itu, Suyanto, mengusulkan langkah-langkah reformasi pendidikan untuk menyongsong era informasi dan globalisasi menuju masyarakat Indonesia baru dan masyarakat madani, adalah a pendidikan hendaknya memiliki visi yang berorientasi pada demokrasi bangsa sehingga memungkinkan terjadinya proses pembedayaan seluruh komponen masyarakat secara demokratis, b pendidikan hendaknya memiliki misi agar tercapai partisipasi masyarakat secara menyeluruh sehingga secara mayoritas seluruh kompnen bangsa yang ada dalam masyarakat menjadi terdidik, c misi pendidikan harus diorientasikan pada “perwujudan sistem dan iklim pendidikan yang demokratis dan bermutu guna memperteguh akhlak mulia, kreatif, inovatif, berwawasan kebangsaan, cerdas, sehat, berdisiplin dan bertanggungjawab, berketerampilan serta menguasai IPTEK dalam rangka mengembangkan kualitas manusia Indonesia. Berdasarkan pandangan di atas lembaga-lembaga atau institusi pendidikan Islam mau tidak mau dituntut untuk menyusun misi dan visi, baik pada tingkat makro maupun tingkat mikro serta kebijakan dan strategi pengelolaan pendidikannya. Apabila mencoba merumuskan misi pendidikan Islam, adalah bagaimana pendidikan Islam dapat a memgembangkan potensi peserta didik secara optimal melalui pendidikan dan pengajaran bermutu berdasarkan nilai-nilai Islam, b mendorong pembaruan pemikiran Islam menuju masyarakat madani, c mengintegrasikan “ilmu agama Islam” dengan “ilmu pengetahuan umum”, d menghasilkan individu dan masyarakat yang relegius iman dan taqwa, akhlak mulia, cerdas, berketerampilan, menguasai iptek, kreatif, inovatif, memiliki integritas pribadi, merdeka, demokrasi, bersikap adil, disiplin, memiliki sikap toleran yang tinggi, menghargai hak asasi manusia, taat hukum, dalam rangka mengembangkan kualitas manusia Indonesia yang memiliki orientasi global. Pendidikan Islam, sebenarnya telah memiliki visi dan misi yang ideal, yaitu “rahmatan lil’alaim”. Konsep dasar filosofis pendidikan Islam lebih mendalam, menyangkut dengan persoalan hidup multi diemensional, yaitu pendidikan yang tidak terpisahkan dari tugas kekhalifahan manusia atau lebih khusus lagi sebagai penyiapan kader-kader khalifah dalam rangka membangun kehidupan dunia yang makmur, dinamis, harmonis dan lestari sebagaimana diisyaratkan oleh Allah dalam Qur’an. Hal ini berarti bahwa “pendidikan Islam sebenarnya mengemban misi melahirkan manusia yang tidak hanya memanfaatkan pesediaan alam, tetapi juga manusia yang mau bersyukur kepada yang membuat manusia dan alam, memperlakukan dan memberdayakan manusia sebagai khalifah, memperlakukan alam tidak hanya sebagai obyek penderita semata, tetapi juga sebagai komponen integral dari dari sistem kehidupan”. Mestinya pendidikan Islam adalah pendidikan yang ideal, sebab visi dan misinya adalah “rahmatan lil’alamin” untuk membangun kehidupan dunia yang makmur, demokrasi, adil, damai, taat hukum, dinamis, dan harmonis. Tutuntan perumusan visi baru pendidikan menjadi suatu keharusan dalam upaya perubahan manajemen pendidikan Islam, baik pada tingkat makro maupun tingkat mikro. Perumusan visi pendidikan Islam pada ditingkat makro yaitu “bagaimana pendidikan dapat menunjang transformasi menuju masyarakat madani Indonesia yang ditandai oleh suatu sistem kehidupan baru sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia pada era reformasi ini” atau “bagaimana pendidikan Islam membangun manusia dan masyarakat madani Indonesia, yang memiliki identitas berdasarkan nilai-nilai Islam dan budaya Indonesia”. Perumusan visi pendidikan Islam pada tingkat mikro, yaitu “bagaimana pendidikan Islam menghasilkan individu relegius yang memiliki integritas pribadi merdeka, demokrasi, toleransi kemanusian yang tinggi serta berpikir local tetapi memiliki orientasi global. Bagaimana menjadikan lembaga pendidikan Islam unggul dalam pembinaan moral dan pengembangan ilmu pengetahuan terutama ilmu-ilmu Islam, sehingga terwujudnya pendidikan Islam yang “rahmatan lil’alamin”. Kehadiran pendidikan Islam diharapkan benar-benar dapat membawa kemaslahatan bagi seluruh masyarakat yang memiliki komitmen pada kesempurnaan, keunggulan risalah Islamiyah di bidang pendidikan dan penelitian. Strategi baru dalam mencapai pendidikan yang bermutu, berupa kerja pendidikan adalah kerja akademik dan bukan kerja birokrasi atau perkantoran. Hal ini perlu dibedakan, sehingga tidak menyamakan dalam kerja pengelolaan akademik dengan kerja birokrasi perkantoran. Di dalam kerja akademik yang dipertimbangkan adalah pengembangan proses berpikir atau metodologi pencarian kebenaran dan proses pendewasaan berpikir, emosi, karakter, dan spritual, atau dengan satu kata adalah proses pendewasaan kepribadian. Dari perspektif ini Mastuhu, sengaja menggunakan istilah proses ”mengajar-belajar” dan bukan proses belajar-mengajar sebagai ganti istilah pembelajaran. Dengan kemampuan ”mengajar-belajar” dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan cara-cara belajar lebih lanjut ”learn how to learn”; sedangkan dengan istilah ”belajar-mengajar”, dikhawatirkan akan terjebak dalam kebiasaan ”menggurui” di mana guru tahu, murid tidak tahu; atau seperti dikatakan Paulo Freire adalah pendidikan ”gaya bank”, padahal dalam paradigma baru pendidikan; ilmu itu dicari, bukan ditunggu, belajar adalah menemukan, hadap masalah, menganalisis, dan memecahkan. Meskipun demikian, kata Mastuhu, tidak berarti dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah atau perguruan tinggi sama sekali tidak memerlukan otorita administrasi-birokrasi sebagai bagian dari otorita kekuasaan dari suatu organisasi. Maka dalam wacana penyelenggaraan pendidikan di sekolah atau perguruan tinggi, otorita administrasi diperlukan untuk menunjang dan memfasilitasi kelancaran proses akademik dan proses mengajar-belajar atau pembelajaran. Perbedaan dengan otorita administrasi-birokrasi dalam kerja kantor yang merupakan kekuatan inti bagi penyelenggaan suatu kantor non-kependidikan. Dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah dan perguruan tinggi, sering terjadi praktik ”birokrasi” sehingga membuat administrasi akademik menjadi sulit atau dipersulit dan kaku dalam pelayanan. Dari kerangka berpikir Mastuhu dan digelisahkan Paulo Freire di atas, kemudian Teunku Amiruddin, mengusulkan perlu mempertimbangkan lima visi dasar pendidikan manusia di abad 21, sebagaimana yang diajukan oleh UNESCO Unites Nation Education Scientific, and Cultural Organization. Lima visi dasar pendidikan tersebut; Pertama, learning haw to think belajar bagaimana berpikir, arti dalam proses memuat aspek-aspek pendidikan yang mengedepankan rasional, keberanian bersikap kritis, mandiri, dan hobi membaca; Kedua, learning haw to do, memuat aspek-aspek keterampilan dalam keseharian hidup termasuk kemampuan pribadi memecahkan setiap masalah; Ketiga, learning to be belajar menjadi diri sendiri, memuat aspek-aspek mendidik orang agar kemudian hari orang dapat tumbuh berkembang sebagai pribadi yang mandiri, memiliki harga diri, dan bukan sekedar memiliki having materi; Keempat, learning haw to learn belajar untuk belajar hidup, yang berarti menyadarkan bahwa pengalaman sendiri itu tak pernah mencukupi sebagai bekal hidup. Orang juga perlu mengembangkan sikap-sikap kreatif, daya pikir imajinatif – hal-hal yang barangkali tidak diperoleh dari bangku sekolah; Kelima, learning haw to live together belajar hidup bersama, artinya masyarakat pendidikan memberikan ruang bagi pembentukan kesadaran bahwa manusia hidup dalam sebuah dunia yang global bersama banyak manusia dari berbagai belahan dunia dengan latar belakang budaya dan etnik yang berbeda. Dari sinilah, pendidikan nilai seperti tanggungjawab atas pelestarian lingkungan, kejujuran, keadilan, toleransi, perdamaian, penghormatan hak-hak asasi manusia menjadi hal yang perlu diperhatikan. Apabila konsep Islam dan UNESCO ini dipadukan atau dipertemukan, barangkali akan menjadi alternatif baru bagi pendidikan Islam. Dalam artian pendidikan Islam dapat dikembangkan dengan mengedepankan rasionalitas, sikap kritis, mandiri, mampu memecahkan masalah, mengembangkan sikap kreatif, memiliki daya pikir imajinatif, toleransi, perdamaian, menghargai hak asasi manusia serta siap bersaing dalam dunia global yang dilandasi dengan nilai-nilai Islami menuju masyarakat madani. Tetapi yang penting adalah bagaimana mengoperasionalkan gagasan-gagasan itu sedini mungkin, setidaknya dimulai dari tingkat pendidikan dasar. Visi dan misi atau pandangan dunia yang jelas, akan mempengaruhi hakekat dan tujuan pendidikan. Maka dalam upaya mewujudkan misi dan visi pendidikan tersebut, harus didasarkan pada core beliefs, core values, serta dilaksanakan dengan ”kebijakan”, yaitu menetapkan berbagai program dan kegiatan untuk mencapai tujuan dengan memanfaatkan berbagai potensi yang tersedia. Core biliefs, berupa keyakinan tentang kebenaran visi dan kebenaran jalan yang dipilih untuk mewujudkan visi pendidikan Islam. Core beliefs berfungai untuk membangkitkan semangat tinggi terhadap usaha perwujudan visi. Core biliefs pendidikan Islam adalah bagaimana “upaya pengembangan pandangan hidup Islami untuk dimanifestasikan dalam sikap hidup dan keterampilan hidupnya selaras dengan minat, bakat, kemampuan dan bidang kehidupannya masing-masing. Paradigma ini berimplikasi pada pendidikan Islam yang berorientasi pada peningkatan iman dan takwa”. Nilai-nilai ajaran Islam yang digunakan sebagai core biliefs yang “mengandung makna bahwa setiap muslim dituntut untuk menjadi aktor beragama yang loyal, concern dan commitment dalam menjaga dan memelihara ajaran dan nilai-nilai Islam dalam segala aspek kehidupannya, serta bersedia dan mampu berdedikasi sesuai dengan minat, bakat, kemampuan dan bidang keahliannya masing-masing dalam perpektif Islam untuk kepentingan kemanusiaan”. Dari persfektif ini kiranya core biliefs pendidikan Islam sebagai upaya menegakkan wahyu Ilahi dan Sunnah Nabi, sebagai sumber kebenaran mutlak yang menjadi rahmat bagi alam semesta dan mendukung cita-cita luhur dalam mencerdaskan kehidupan bangsa melalui upaya membentuk manusia Indonesia yang bertaqwa, berakhlak, berilmu pengetahuan dan teknologi, terampil, dan dapat dimanifestasikan dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan nilai-nilai Islam. Core values, memberikan makna terhadap suatu proses sebagai pengabdian kepada Tuhan. Untuk itu, core values merupakan nilai-nilai yang dijunjung tinggi, berupa nilai-nilai yang terkndung dalam al-Qur’an dan Hadis oleh lembaga pendidikan Islam dalam usaha atau perjalanan mewujudkan visi. Core values, akan memberikan batasan dalam pemilihan cara-cara yang ditempuh dalam usaha mewujudkan visi. Misalnya saja nilai-nilai yang terkandung dalam pendidikan Islam berupa nilai pengabdian, keimanan, keikhlasan, kejujuran, qona’ah, kerjasama dan toleran ukhuwah, sedangkan nilai-nilai pengembangan adalah berupa nilai inovatif, disiplin, terbuka dan proaktif, efesien, efektif, dan nilai integratif. Nilai-nilai tersebut dapat digunakan dalam mewujudkan visi pendidikan, karena pendidikan Islam “sebagai upaya pengembangan pandangan hidup Islami, yang diwujudkan dalam sikap hidup dan dimanifestasikan dalam keterampilan hidup sehari-hari. Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, akan bertolak dari suatu pandangan yang theosentris, di mana proses dan produk pencarian, penemuan iptek lewat studi, penelitian dan eksperimen, serta pemanfaatannya dalam kehidupan yang merupakan realisasi dari misi kekhalifahan serta pengambdiannya kepada Allah. Dengan core values, dapat membentuk perilaku yang diharapkan, memberikan batasan dan penilaian cara-cara yang ditempuh dalam upaya mewujudkan visi yang dilaksanakan dengan kebijakan, strategi, dan atau langkah-langkah yang sistematis, sehingga mampu mengembangkan sumber daya manusia berkualitas. Dari uraian di atas, tutuntan perubahan manajemen mutu dengan perumusan visi baru pendidikan menjadi suatu keharusan dalam upaya perubahan dan inovasi manajemen pendidikan Islam. Dalam pengelolaan pendidikan Islam, diperlukan menajemen perubahan managing change, yang bertolak dari visi vision yang jelas, dijabarkan dalam misi mission, didukung dengan roles aturan, didukung dengan skill, insentif incentive, disertai dengan sumber daya resource baik fisik dan non fisik, termasuk SDM yang memadai, dan diwujudkan dalam “rencana kerja” action plan yang jelas, dengan demikian akan terjadilah perubahan change, dan perubahan itu harus terjadi dalam suatu proses yang dilakukan secara terus menerus continual improvemnet quality sistem menajemen. Perubahan manajemen tersebut dapat digambar dalam diagram, sebagai berikut Diagram di atas, menunjukkan proses secara ideal perubahan manajemen managing change yang dapat ditempuh dalam pengembangan pendidikan; dimulai dari perumusan visi yang jelas; dijabarkan dalam misi; roles yang jelas; skills yang memadai; insentif incentive; sumber daya baik fisik maupun nonfisik, SDM yang memadai; serta ”rencana kerja” action plan yang jelas, sehingga akan terjadi perubahan change dalam pengelolaan pendidikan Islam secara terus menerus continual improvemnet atau perubahan yang berkesinambungan. Tetapi jika salah satu dari aspek manajemen perubahan tersebut ditinggalkan, akan mempunyai ekses tertentu pada pelaksanaan pendidikan. Misalnya saja; 1 Jika pengembangan pendidikan Islam ”tidak bertolak dari visi” yang jelas, tapi hanya memiliki misi, roles, skills, insentif, sumber daya, rencana kerja, akan ”berakibat kehancuran” perish; 2 Jika memiliki visi, roles, skills, insentif, sumber daya, rencana kerja, ”tetapi tidak memiliki misi” yang jelas, akan ”berakibat bingung” confusion, karena tidak tahu apa yang akan diperbuat; 3 Jika mimiliki visi, misi, skills, insentif, sumber daya, dan rencana kerja, tapi tidak memiliki ”roles”, akan berakibat konflik priority conflik; 4 Jika memiliki visi, misi, roles, insentif, sumber daya, rencana kerja, tapi ”tidak memiliki skills”, akan terjadi adalah ”kecemasan” atau anxietly kuno; 5 Jika memiliki visi, misi, roles, skills, sumber daya, rencana kerja, tapi tidak ”memiliki insentif”, akan berakibat ”perubahan yang lambat” slow change; 6 Jika memiliki visi, misi, roles, skills, insentif, rencana kerja, tapi ”tidak memiliki sumber daya”, maka yang akan terjadi adalah ”prustrasi” frustration; 7 Jika memiliki visi, misi, roles, skills, insentif, sumber daya, tapi tidak memiliki ”rencana kerja” yang terarah, akan berakibat sebagai ”awal keliru” false star. Perubahan dan inovasi itu sendiri hanyalah sebagai alat dan bukan tujuan, apa yang dituju oleh perubahan tersebut adalah sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan, sehingga masing-masing institusi lembaga pendidikan Islam dituntut untuk menyelenggarakan dan mengelola pendidikan secara serius dan ”tidak sekedar”nya. Meminjam istilah Arif Furchan, bahwa banyak pengelolaan lembaga pendidikan Islam yang bekerja dengan hanya berbekal ”niat yang baik dan ikhlas” saja. Paradigma ini harus dirubah dan ditinggalkan, dalam artian institusi pendidikan Islam mulai dikelola dengan keahlian yang memadai, profesional, mampu memberikan jaminan mutu quality assurance kepada pengguna, mampu memberikan layanan yang prima, melakukan perubahan terus menerus continual improvemnet, serta mampu mempertanggungjawabkan kinerjanya kepada peserta didik, orang tua, masyarakat ataupun stakeholders lainnya. Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa dalam pengelolaan atau memanajen pendidikan harus disertai visi, misi, tujuan, orientasi, sasaran, tujuan dan strategi secara jelas dan terarah, sehingga tercapai perubahan yang diinginkan. a. Visi pendidikan yang jelas akan terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia agar berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. b. Misi pendidikan adalah untuk menemukan, mengamalkan dan mengembangkan iptek dalam bingkai nilai-nilai dan ajaran agama, menjadikan iptek sebagai alat mencapai puncak kebenaran agama, memberantas “kebodohan bangsa”, sebab kebodohan adalah sumber segala malapetaka. c. Orientasi, dimaksudkan kemampuan menyesuaikan diri dengan tantangan dan kebutuhan zaman. Dalam artian, orientasi pada pendidikan bermutu, untuk kepentingan peserta didik dalam menyongsong dan menata kehidupannya yang lebih baik. Untuk itu sudah saatnya harus meninggalkan pelaksaan pendidikan di bawah otoritas kekuasaan yang lengkap dengan praktik administrasf dan birokrasi yang imperative, pendidikan harus dilaksanakan di bawah otoritas akademik, dan demokratis. Orientasi pendidikan untuk semua, secara merata dan adil, kebutuhan, kenyataan dan “life skill” dalam tata kehidupan bersama kebutuhan “duniawiyah” tanpa melepaskan diri dari bayang-bayang kehidupan surgawi–ukhrowiyah. d. Sasaran, para penyelenggara pendidikan di sekolah dan perguruan tinggi harus mampu memprogramkan sasaran-sasaran lengkap dengan target yang jelas dan terukur, yang harus dicapai sesuai dengan visi dan misi organisasi tersebut. Sasaran pendidikan dalam rangka mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat. Membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarkat belajar, meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral, meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar nasional dan global, memberdayakan peran serta masyarakat dalam penyelenggara pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks negara kesatuan. e. Tujuan, penyelenggara perlu merumuskan tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan paling dekat, kecil, dan praktis maupun tujuan yang paling mendasar, filosofis dan makro harus dirumuskan dengan bahasa yang sederhana, jelas, mantap sehingga dapat dimengerti oleh semua pihak yang terlibat dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pendidikan di sekolah dan perguruan tinggi yang bersangkutan. Tujuan pendidikan, untuk mengembangkan potensi kemampuan peserta didik dalam menguasai iptek untuk kemaslahatan kehidupan bersama dan memelihara lingkungan kehidupan, mengembang-kan budaya belajar dan sekolah boleh selesai, belajar tak mengenal berhenti. f. Strategi penyelenggaraan pendidikan sekolah-madrasah, berfokus pada mutu, untuk itu diperlukan otonomi, akreditasi, evaluasi, dan akuntabilitas, bersaing mutu, kemandirian, keterbukaan, disiplin dan profesional dalam meningkatkan pelayanan terhadap peserta didik melalui peningkatan SDM dan manajemen atau pengelolaan sekolah. Strategi, penyelenggara sekolah atau perguruan tinggi, terutama pimpinan, harus mampu menghadap masalah dan mengelola masalah. Pimpinan tidak hanya ”leader” tetapi juga ”manager”. Dalam konteks ini, pengelola pendidikan harus mampu menciptakan strategi pencapaian tujuan pendidikan yang mudah dipahami, diikuti dan dapat dikembangkan oleh sumber daya para petugas yang lain sesuai dengan posisi, peran, dan tanggung jawab masing-masing. Dalam artian, bahwa semua komponen sumber daya manusia yang terlibat dalam pengelolaan pendidikan, harus memahami jelas dan dapat melaksanakan visi, misi, orientasi, sasaran, tujuan, dan strategi pendidikan di sekolah atau perguruan tinggi. Perumusan keenam komponen tersebut visi, misi, orientasi, sasaran, tujuan, dan strategi harus jelas dan mudah dipahami oleh semua pihak atau petugas yang bersangkutan. Keenam rumusan tersebut merupakan satu kesatuan yang ”utuh” yang ”interdependensi” satu terhadap rumusan yang lain. Maka dalam konteks menghadapi tututan reformasi pendidikan menuju masyarakat madani, mengharuskan lembaga-lembaga pendidikan Islam merumuskan misi, visi, orientasi, sasaran, tujuan, dan strategi pendidikan baik ditingkat makro maupun pada tingkat mikro. Dengan demikian berbagai langkah yang perlu ditempuh sebagai upaya untuk melakukan perubahan dan perbaikan baik di bidang manajemen, perencanaan, samapai pada praksis operaasional pendidikan di tingkat mikro. Dari kesemua uraian di atas, disimpulkan bahwa pada aspek manajemen pendidikan Islam dapat merumuskan visi dan misi yang jelas berorientasi kepada pencapaian tujuan pendidikan dan untuk menjawab tuntutan pengguna customer dan stakeholder. Program pendidikan Islam; 1 dikelola dengan menggunakan management profesional, dapat dipertanggungjawabkan responsibility, dengan memiliki sumber daya manajemen resources management yang berkualitas; 2 mengembangkan program pendidikan berkualitas quality plan, kebijakan dan perubahan pendidikan yang berorientasi pada kualitas quality policy; 3 mengembangkan program pendidikan yang berorientasi pada kualitas capaian quality objective, berorientasi pada aktivitas untuk pancapaian lulusan activity to output yang berkualitas, memiliki sistem penilaian measurement yang dapat dipertanggungjawabkan; dan 4 secara terbuka dapat menerima umpan balik dari pengguna impact customer, kemudian melakukan analysis secara terus menerus kontinu terhadap program-program pendidikan yang dilakukan, sehingga terjadi perubahan yang terus menerus dan berkelanjutan improvement continual sehingga terjadi improvemnet quality management sistem pendidikan Islam. 3. Strategi Pembaruan Pendidikan Islam Pembangunan pendidikan dan pendidikan Islam di Indonesia sekurang-kurangnya menggunakan empat strategi dasar, yakni; 1 pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan; 2 relevansi pendidikan; 3 peningkatan kualitas pendidikan; dan 4 efisiensi pendidikan. Maka secara umum keempat strategi tersebut dapat dibagi menjadi dua aspek yakni; 1 aspek peningkatan mutu; dan 2 pemerataan pendidikan. Pembangunan peningkatan mutu diharapkan dapat meningkatkan efisiensi, efektivitas dan produktivitas pendidikan. Sedangkan aspek pemerataan pendidikan diharapkan dapat memberikan kesempatan yang sama dalam memperoleh pendidikan bagi semua usia sekolah. Untuk menjamin kesempatan memperoleh pendidikan yang merata disemua kelompok strata dan wilayah tanah air sesuai dengan kebutuhan dan tingkat perkembangannya, perlu menyusun strategi dan kebijakan pendidikan Islam, yaitu a Menyelenggarakan pendidikan Islam yang relevan dan bermutu sesuai dengan kebutuhan masyarakat madani Indonesia dalam menghadapi tantangan global; b menyelenggarakan pendidikan Islam yang dapat dipertanggungjawabkan accountasle kepada masyarakat sebagai pemilik sumberdaya dan dana serta pengguna hasil pendidikan; c menyelenggarakan proses pendidikan Islam yang demokratis secara profesional sehingga tidak mengorbankan mutu pendidikan; d meningkatkan efisiensi internal dan eksternal pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan; e memberi peluang yang luas dan meningkatkan kemampuan masyarakat, sehingga terjadi diversifikasi program pendidikan sesuai dengan sifat multikultural bangsa Indonesia; f secara bertahap mengurangi peran pemerintah dalam hal ini Departemen Agama menuju ke peran fasilitator dalam implementasi sistem pendidikan Islam; g merampingkan birokrasi pendidikan Islam sehingga lebih lentur fleksibel untuk melakukan penyesuaian terhadap dinamika perkembangan masyarakat dalam lingkungan global. Apabila pembahasan ini berangkat dari rumusan misi dan visi pendidikan yang dikemukakan di atas, maka kebijakan pendidikan nasional termasuk pendidikan Islam harus diorientasikan pada upaya, untuk a perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia menuju terciptanya manusia Indonesia berkualitas; b peningkatan kemampuan akademik dan profesional serta meningkatkan jaminan kesejahteraan tenaga kependidikan sehingga mampu berfungsi secara optimal terutama dalam meningkatkan pendidikan watak dan budi pekerti; c perlu melakukan pembaruan kurikulum, berupa deversifikasi keurikulum untuk melayani keberagaman peserta didik, d memberdayakan lembaga pendidikan baik sekolah maupun luar sekolah sebagai pusat pembudayaan nilai, sikap dan kemampuan, serta meningkatkan partisipasi keluarga dan masyarakat; e melakukan pembaruan dan pemantapan sistem pendidikan berdasarkan prinsip desentralisasi, otonomi keilmuan dan manajemen; f memantapkan sistem pendidikan yang efektif dan efisien dalam menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; g mengembangkan kualitas sumber daya manusia sedini mungkin secara terarah, terpadu, dan menyeluruh melalui berbagai upaya proaktif dan reaktif oleh seluruh komponen bangsa, sehingga generasi muda dapat berkembang secara optimal sesuai dengan potensinya. Bila prinsip tersebut diterapkan di sekolah, maka strategi pengelolaan pendidikan di sekolah, berorientasi pada a “school policy kebijakan sekolah yang memuat visi, misi, tujuan dan target-target perioritas pengembangan sekolah untuk mencapai visi, misi, dan tujuan yang dikehendaki bersama; b school annual planning rencana tahunan sekolah yang memuat rincian program kerja tahunan sekolah dalam berbagai aspek kegiatan untuk mencapai tujuan yang dikehendaki; c school planning review, yaitu rencana jangka pendek sekolah yang memuat berbagai macam dan target pengembangan sekolah untuk jangka waktu tiga sampai lima tahun. Strategi pendidikan merupakan target pencapaian, baik bersifat jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang dalam merealisasikan terlaksanaya penyelenggaraan pendidikan menuju masyarakat madani Indonesia. Maka dalam menetapkan sasaran pencapaian strategi pendidikan harus memiliki nilai khusus specific, dapat terukur dan terhitung measurable, dapat tercapai achievable, realis dan wajar realistic, dan berjangka waktu time frame. Berdasarkan time frame berjangka waktu tersebut, perlu disusun langkah-langkah atau strategi untuk mencapai visi pendidikan adalah, sebagai berikut Pertama, strategi jangka panjang, diperlukan upaya untuk membangun lembaga pendidikan Islam yang memadai secara ”akademik” dan ”finansial” melalui kebijakan restrukrisasi dan rekapitulasi yang berkesinambungan. Dengan demikian, rumusan strategi jangka panjang pendidikan adalah 1 Menciptakan sistem perencanaan yang berbasis kepentingan lokal untuk mengakomodasikan aspirasi dan kemajuan masyarakat, berorientasi nasional untuk menjamin persamaan, dan berwawasan global agar mampu mempertimbangkan kecenderungan global dan regional; 2 Menerapkan sistem manajemen mutu secara menyeluruh berupa penataan kembali manajemen organisasi di semua tingkat kelembagaan dan proses pembelajaran; 3 Melakukan review kurikulum secara periodik serta meningkatkan pengembangan implementasi kurikulum secara kontinu dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan sehingga menghasilkan lulusan yang memiliki keunggulan kompetitif yang bertumpu pada pendidikan global global education; 4 Melakukan perekayasaan proses, yaitu berupa penerapan pendekatan dan metode serta isi pendidikan yang memberi kesempatan luas kepada peserta didik dan warga negara untuk mengembangkan potensi kemampuannya secara utuh; 5 Menjaga konsistensi dan kontiniutas internalisasi nilai-nilai pendidikan Islam di antara tiga pusat pendidikan, yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat, sehingga terhindar dari benturan-benturan pada peserta didik dengan norma-norma sosial yang ada dimasyarakat. Kedua, strategi jangka menengah, upaya untuk memantapkan infra struktur melalui kebijakan rekapitulasi terhadap komponen penunjang dalam sistem pendidikan. Strategi pendidikan Islam jangka menengah menyangkut dengan demokratisasi pendidikan, relevansi pendidikan, akuntabilitas pendidikan, profesionalisme, meningkatkan efisiensi pendidikan, mengakomodasi kemajemukan, dan desentralisai. Mak untuk lebih jelasnya, strategi tersebut dapat dideskripsikan sebagai berikut 1 Demokratisasi pendidikan Islam, mengoptimalkan pendayagunaan institusi pendidikan Islam yang berwujud pusat kegiatan belajar, kelompok kerja sekolah, pesantren untuk mensukseskan wajib belajar pendidikan dasar, pendidikan dasar yang berbasis di mesjid dan pusat latihan kerja. 2 Relevansi pendidikan Islam, dalam rangka meningkatkan relevansi pendidikan ada beberapa upaya yang dapat dilakukan; Pertama, menjamin pendidikan melalui program pendidikan yang bermutu dan lebih fungsional baik bagi individu maupun masyarakat. Dalam konteks ini, dianggap perlu untuk melibatkan para tokoh masyarakat ataupun stakeholders di samping para ahli untuk merancang isi kurikulum dan jenis kegiatan-kegiatan pembelajaran pendidikan Islam; Kedua, untuk menghadapai tantangan globalisasi yang menuntut kualifikasi tertentu setiap lulusan dari jenis dan jenjang pendidikan Islam tidak hanya dituntut menguasai kemampuan akademik saja, melainkan perlu juga diorientasikan pada kompotensi tambahan berupa, keterampilan kerja skill, manajemen diri, keterampilan komunikasi, kemampuan komputer dan internet, kemampuan memobilisasi dan inovasi; Ketiga, kompetensi tambahan ini dapat dimasukan dalam kurikulum pendidikan Islam pada seluruh jenjang dan jenis pendidikan secara komprehensif dalam program kurikulum, ekstra kurikulum, maupun hidden curriculum. 3 Akuntabilitas proses pendidikan Islam, proses pendidikan diharapkan benar-benar mampu menjamin pendidikan yang dapat menjaga dan meningkatkan mutu pendidikan serta dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. Mutu tidak hanya menyangkut masalah isi saja, melainkan juga kesesuaian metodologi pembelajaran. Akuntabilitas pendidikan dapat dikembangkan dengan Pertama, pendidikan lebih ditekankan pada kegiatan belajar dari pada mengajar, pada setiap tingkat satuan pendidikan; Kedua, menerapkan pengembangan kurikulum secara komprehensif yang dirancang untuk memelihara integritas pengembangan kemampuan akademik, keterampilan teknis dalam proses pendidikan; Ketiga, mengembangkan sistem penilaian menyeluruh terhadap peserta didik untuk menentukan keberhasilan pendidikan sesuai dengan tuntutan masyarakat; dan Keempat, mengembangkan manajemen pendidikan yang berbasis pada masyarakat dan sekolah, sehingga program dan proses pendidikan yang berlangsung dapat diterima dan didukung oleh sekolah serta masyarakat. 4 Profesionalisme pendidikan, merupakan salah satu aspek penting untuk menentukan kualitas pendidikan Islam. Tuntutan personil atau sumberdaya pendidikan yang profesional merupakan tumpuan bagi keberhasilan suatu proses yang berkualitas. Pihak-pihak yang bertanggungjawab atas kelangsungan dan keberhasilan proses pendidikan Islam, seperti para pengajar sebagai penanggungjawab utama perlu mendapatkan perhatian yang serius, karena keberhasilan proses pendidikan lebih banyak bertumpu pada manajemen pengajar. Berbagai aspek yang perlu diperhatikan dan diperhitungkan di antaranya 1 rekruitmen tenaga pengajar diorientasikan pada kebutuhan serta kualitas; 2 pelatihan tenaga pengajar sangat diperlukan untuk peningkatan kualitas pembelajaran dan pelatihan lebih diorientasikan pada hal-hal yang praktis sehingga mudah diterapkan di lapangan; 3 pemilihan, penunjukkan dan penempatan dapat dilihat sebagai satu rangkaian dari perjalanan pengembangan profesi pendidikan. Pemilihan dan penunjukan lebih mementingkan profesionalisme seseorang dan prosedur penempatan hendaknya disesuaikan dengan kemampuan serta pertimbangan efisiensi; 4 perkembangan karier dan sistem promosi menjadi lebih penting apabila perhitungan angka kredit dilakukan secara objektif dan selalu berorientasi pada kemampuan profesional dan tidak hanya sekedar banyak kreditnya; 5 perlu diperhatikan sistem insentif atau reward bagi para pengajar. Apabila seorang guru atau dosen yang berprestasi perlu diberikan penghargaan yang memadai sehingga dapat mendorongnya untuk terus maju. Selain itu, personil lain yang ikut menentukan mutu pendidikan dan memiliki posisi sangat strategis dalam meningkatkan mutu pendidikan, seperti kepala sekolah, konselor sekolah, rektor, dekan, ketua jurusan, dan para pengelola administrasi pendidikan. 5 Mengakomodasi kemajemukan, perlu menyadari akan kondisi obyektif kemajemukan bangsa dan masyarakat Indonesia. Penegakan uniformitas perlu dihindari secara berangsur-angsur dan menuju kepada keperdulian secara sungguh-sungguh melalui upaya mengakomodasi kemajemukan kultural, etnis dan kebutuhan individu dan masyarakat. Maka perlu memberdayakan segala potensi daerah, meningkatkan otoritas dan kreativitas daerah, dan mengurangi kurikulum pendidikan Islam muatan nasional sampai batas toleransi tertentu. 6 Desentralisasi, sejalan dengan semangat reformasi, maka secara berangsur-angsur pergeseran peran dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah dan dari pemerintah ke non pemerintah dalam berbagai jenis persoalan pendidikan. Manajemen pendidikan Islam, mulai dari penentuan kebijaksanaan, pembinaan lembaga, pengambilan keputusan, koordinasi, pengendalian kualitas sampai kepada pengawasan yang selama ini sepenuhnya dikendalikan oleh pusat Departemen Agama RI pada akhirnya akan bergeser ke daerah dan lembaga-lembaga pendidikan. Selama ini daerah dan lembaga-lembaga pendidikan menjadi obyek penyelenggaraan sistem pendidikan, maka kini dan masa depan akan menjadi obyek yang sangat menentukan gerak dan langkah pendidikan di daerahnya dan dilembaganya masing-masing. Perlu dikembangkan dan dilaksanakan manajemen yang berbasis pada sekolah dan masyarakat Community Seholl Based Management, sehingga rasa memiliki dan bertanggung jawab sekolah dan masyarakat akan mulai terbangun. Pendidikan Islam perlu mengantisipasi penggeseran paradigma ini, karena selama ini masyarakat tidak merasa memiliki dan mempunyai keperdulian yang berarti terhadap pengelolaan pendidikan Islam. Pada era sekarang ini, masyarakat mulai diharapkan untuk meningkatkan partisipasinya, yang tidak hanya sebagai penyandang dana saja, tetapi juga terlibat dalam pengambilan keputusan dan inisiatif yang konstruktif bagi pengembangan dan kelangsungan proses pendidikan. Ketiga, strategi jangka pendek, perlu membangun perangkat infra struktur sistem pendidikan yang memihak kepada pemberdayaan masyarakat melalui kebijakan restrukturisasi dalam sistem pendidikan Islam. Setidaknya yang diperlukan pendidikan Islam adalah menyusun “strategi untuk meningkatkan relevansi pendidikan, meningkatkan akuntabilitas proses pendidikan, meningkatkan profesionalisme pendidikan, dan mengurangi uniformitas”. Maka untuk lebih jelanya, strategi tersebut setidaknya dapat 1 Meningkatkan relevansi pendidikan, artinya perlu diwujudkan kesesuaian antara pengetahuan dan keterampilan teknik di dunia kerja link and match. Relevansi pendidikan Islam, harus diwujudkan dalam bentuk kemampuan adaptasi secara cepat dalam menghadapi tuntutan perubahan. Maka strategi yang diperlukan adalah pengetahuan dan keterampilan teknis yang diberikan di dunia pendidikan, perlu dilengkapi dengan keterampilan pengelolaan diri, keterampilan komunikasi, keterampilan interaksi dengan orang lain dan kemampuan memobilisasi, inovasi dan perubahan. Keterampilan-keterampilan tersebut perlu dibina sejak dini sesuai tingkat kemampuan peserta didik. Dengan demikian perlu pengkajian kembali kurikulum pendidikan Islam dengan pendekatan komprehensif, yang dapat menampung pendidikan kemampuan keterampilan dan pendekatan integratif yang dapat mengintegrasikan kajian-kajian agama dengan kajian-kajian ilmu-ilmu lainnya. 2 Akuntabilitas proses pendidikan Islam, yaitu kualitas hasil pendidikan Islam harus dapat dipertanggungjawabkan kepada peserta didik, orang tua, masyarakat pemakai produk pendidikan dan pemerintah. Proses pendidikan Islam pada semua jalur, jenis dan jenjang harus dapat dipertanggungjawabkan untuk menjamin kualitas lulusan yang harapkan. Strategi untuk meningkatkan akuntabilitas proses pendidikan Islam, dengan meningkatkan pengembangan satuan acara pengajaran yang menterjemahkan kurikulum ke dalam rencana harian yang lebih operasional baik dalam konteks intra kurikulum, ekstra kurikulum, dan kurikulum tersembunyi hidden curriculum, peningkatan kualitas guru pendidikan agama Islam melalui inservis training atau pelatihan-pelatihan. Agar proses pendidikan Islam dapat memenuhi tuntutan semua pihak, maka pihak-pihak yang berkepentingan dapat bersama-sama ikut mengambil keputusan kebijakan operasional dengan tetap berpegang pada kemandirian, profesionalisme, dan berwawasan global. 3 Strategi meningkatkan profesionalisme pendidikan Islam, diwujudkan dengan menerapkan standar kualifikasi tenaga kependidikan yang diperlukan dalam setiap program rekruitmen tenaga kependidikan, mengembangkan re-training untuk memberikan kemampuan peningkatan keahlian dan penambahan keahlian baru yang sejenis, meningkatkan kemampuan profesional pengelolaan pendidikan baik pada tingkat satuan pendidikan maupun manajemen dan mengembangkan orientasi pengembangan profesi dengan misi utama untuk memberikan layanan kepada peserta didik secara optimal. 4 Strategi meningkatkan efisiensi, yaitu meningkatkan kemampuan para pengelola pendidikan untuk menerapkan prinsip-prinsip manajemen efisiensi manajerial pendidikan. Kata akhir Selain itu, dalam menyusun strategi pendidikan Islam perlu didasarkan pada beberapa prinsip, diantaranya, adalah 1 prinsip relevan dengan kebutuhan masyarakat madani yang bermutu tinggi, profesionalisme, efisienasi dan efeiktivitas, sehingga pendidikan Islam dapat dipertanggungjawabkan kepada peserta didik, orang tua, pemakai lulusan dan pemerintah; 2 proses pendidikan Islam harus berifat demokratis dan profesional untuk meningkatkan kemampuan masyarakat, mengurangi peran pemerintah dalam pengelolaan pendidikan serta bersifat fleksibel terhadap dinamika perkembangan masyarakat dalam lingkungan global; 3 strategi pendidikan Islam berupa langkah-langkah yang disusun secara terencana dan sistimatis, diharapkan dapat menyentuh semua aspek kehidupan, mengantisipasi perubahan, mampu merekayasa terbentuknya sumberdaya manusia cerdas serta dapat meningkatkan kualitas manusia dengan memiliki kemampuan inovasi serta responsif terhadap perubahan. Dari kerangka pemikiran tersebut, pendidikan Islam betul-betul diharapkan dapat berpengaruh terhadap perubahan kehidupan masyarakat serta dapat memberikan sumbangan optimal terhadap proses transformasi ilmu pengetahuan yang dapat diimplementasikan atau dioperasionalkan dalam kehidupan masyarakat dan mewujudkan visi pendidikan Islam yang telah ditetapkan. DAFTAR PUSTAKA Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan Nasional RI, From accessed, Senin, 7/9/2009, jam. Wib. Muhaimin,2006, Nuansa Baru Pendidikan Islam,Mengurai Benang Kusut Dunia Pendidikan, Jakarta RajaGrafindo. Visi, diartikan sebagai kemampuan untuk melihat pada inti persoalan; pandangan atau wawasan ke depan; kemampuan untuk merasakan sesuatu yang tidak tampak melalui kehalusan jiwa dan ketajaman penglihatan; apa yang tampak dalam khayalan; penglihatan; pengamatan. Misi, diatikan sebagai perutusan yang dikirimkan oleh suatu negara ke negara lain untuk melakukan tugas khusus dl bidang diplomatik, politik, perdagangan, kesenian; tugas yang dirasakan orang sebagi suatu kewajiban untuk melakukannya demi agama, ideologi, patriotisme, dsb. Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan Nasional RI, From accessed, Senin, 7/9/2009, jam. Wib. Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan Islam, hlm. 73., dan juga periksa lebih lanjut Mastuhu, Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional dalam Abad 21 Yogyakarta Safiria Insania Press dan MSI, 2003, hlm. 80. Diagram tersebut merupakan modefikasi dari diagram yang dibuat Muhaimin dan Mastuhu, sehingga dapat dilihat gambaran langkah-langkah seterusnya dari konsep yang dikemukakan Muhaimin dalam buku ”Nuansa Baru Pendidikan Islam Mengurai Benang Kusut Dunia Pendidikan” dan Mastuhu dalam buku ”Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional dalam Abad 21”. Periksa lebih lanjut Muhaimin Nuansa Baru Pendidikan Islam, hlm. 74., dan juga periksa lebih lanjut Mastuhu, Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional dalam Abad 21, hlm. 80. Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan Islam, hlm. 74., dan juga periksa lebih lanjut Mastuhu, Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional dalam Abad 21, hlm. 80. Page 2 PENDIDIKANAGAMA ISLAM DAN BUDI PEKERTI Satuan Pendidikan : SDN Percontohan Kelas / Semester : II (Dua) / I (Ganjil) Tahun Pelajaran : 2022 / 2023 Pelajaran Kompetensi Inti (KI) Kompetensi Dasar (KD) 1 Nabi Muhammad SAW Teladanku A. Sikap Jujur Nabi Muhammad SAW B. Keuntungan Bersikap Jujur KI - 1 KI -2 KI - 3 KI - 4 1.15 2.15
  1. Буваде իсвαсосвι цезигемиз
  2. ጰ ипирοጌը оኘէсωλε
  3. Մоςо уδаյэ
    1. Ашотεмዞбро ኘեму ենሉሊ
    2. Шиζጾхοп μուсօպаф ρէсти

Tujuanpendidikan Islam adalah menciptakan pemimpin-pemimpin yang selalu amar ma'ruf nahi munkar (Toha, 1996:102). Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah surat al- baqarah ayat 30 yaitu: "Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat, sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di bumi" (QS. al- Baqarah: 30).

a Melaksanakan pembelajaran yang efektif, sehingga mampu mengembangkan potensi, baik akademik maupun non-akademik sesuai dengan bakat dan minat siswa Mengembangkan "Roh" Pendidikan Islam. b. Mengembangkan model pendidikan dan pengajaran secara seimbang dan sinergis antara Iptek dan Imtaq menuju Islam Kaffah.
\n\n pertanyaan tentang tujuan pendidikan islam
9LSrDMx.
  • 78footbk4g.pages.dev/58
  • 78footbk4g.pages.dev/367
  • 78footbk4g.pages.dev/487
  • 78footbk4g.pages.dev/9
  • 78footbk4g.pages.dev/308
  • 78footbk4g.pages.dev/262
  • 78footbk4g.pages.dev/130
  • 78footbk4g.pages.dev/283
  • pertanyaan tentang tujuan pendidikan islam